Jumat, 21 Desember 2012
mother day
Mari Berbakti Kepada Ibu
Tanggal 22 Desember 2012 memiliki arti sangat penting sekali bagi para
ibu di seluruh Indonesia, karena pada tanggal tersebut Negara memberikan
apresiasi pada kaum ibu dengan memperingatinya secara nasional.
Sosok ibu tentulah memiliki peran yang sangat besar dalam kehidupan
kita, dengan penuh cinta kasih seorang ibu dengan setia merawat anaknya
hingga tumbuh menjadi dewasa. Tak kenal kata lelah, seorang ibu selalu
berusaha memberi yang terbaik. Kebahagian seoarang ibu adalah ketika ia
dapat melihat anaknya tersenyum, meskipun dia sendiri harus menangis.
Sungguh tak terlukiskan begitu besar kasih sayang seorang ibu, dan
bagaimana membalas semuanya. Makanya, sangat tepat sekali ungkapan yang
mengatakan bahwa: “Syurga ada dibawah telapak kaki ibu”.
...
Sebagai anak tentunya kita tidak akan dapat membalas jasa seorang ibu,
meskipun banyak di antara para ibu yang tak berharap jasanya tersebut
harus dibalas oleh anak-anaknya. Kemuliaan hati seorang ibu laksana laut
yang tak berujung, dan kasih sayang ibu laksana embun penyejuk di kala
dingin.
Sentuhan kasih sayang yang lembut tersebut telah membentuk
kita menjadi pribadi yang penuh kerafian dan paham etika. Namun jika
kita menemukan sosok anak yang berprilaku tidak baik, sudah dapat
dipastikan bahwa hal tersebut bukan kepribadian yang diwariskan oleh
seorang ibu, sudah dapat di pastikan hal tersebut terbentuk dari
lingkungan yang salah.
Namun yang sangat menyedihkan dan menggores
luka hati, ketika kita mendengar di beberapa tempat masih terdapat para
ibu yang hidup dengan terlunta-lunta, diabaikan oleh anak-anaknya, dan
tidak tidak diperlakukan dengan baik sebagai bentuk penghargaan atas
jasanya yang begitu besar tersebut. Miris memang jika melihat situasi
ini, namun itulah fakta yang terjadi. Untuk itu Negara sebaiknya dapat
berperan aktif agar ibu yang bernasib malang seperti ini dapat hidup
dengan layak.
Semoga peringatan hari ibu kali ini dapat dijadikan
sebagai momentum untuk membangun kesadaran anak yang telah
menyia-nyiakan orang tuanya, suka berkata kasar, dan tidak dapat
memperlakukan ibu dengan baik. Jangan sampai kita menjadi anak yang tak
pandai membalas jasa. Mari memberi yang terbaik pada ibu. Terimakasih
ibu untuk semua kasih sayang dan pengabdianmu. Kami bangga menjadi
anak-anakmu. Terimkasih
Selasa, 04 Desember 2012
teroorisme adalah tindak pidana
BAB
I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG
Rangkaian peristiwa pemboman yang
terjadi di wilayah Negara Republik Indonesia telah menimbulkan rasa takut masyarakat
secara luas, mengakibatkan hilangnya nyawa serta kerugian harta benda, sehingga
menimbulkan pengaruh yang tidak menguntungkan pada kehidupan sosial, ekonomi,
politik, dan hubungan Indonesia dengan dunia internasional.
Peledakan
bom tersebut merupakan salah satu modus pelaku terors yang telah
menjadi
fenomena umum di beberapa negara. Terorisme merupakan kejahatan lintas negara,
terorganisasi, dan bahkan merupakan tindak pidana internasional yang mempunyai jaringan
luas, yang mengancam perdamaian dan keamanan nasional maupun internasional.
Pemerintah
Indonesia sejalan dengan amanat sebagaimana ditentukan dalam
Pembukaan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yakni
melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut serta dalam memelihara ketertiban
dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial, berkewajiban
untuk melindungi warganya dari setiap ancaman kejahatan baik bersifat nasional,
transnasional, maupun bersifat internasional. Pemerintah juga berkewajiban
untuk mempertahankan kedaulatan serta memelihara keutuhan dan integritas
nasional dari setiap bentuk ancaman baik yang datang dari luar maupun dari
dalam. Untuk itu, maka mutlak diperlukan penegakan hukum dan ketertiban secara
konsisten dan berkesinambungan.
Untuk menciptakan suasana tertib dan
aman, maka dengan mengacu pada
konvensi
internasional dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
terorisme
serta untuk memberi landasan hukum yang
kuat dan kepastian hukum dalam mengatasi masalah yang mendesak dalam
pemberantasan tindak pidana terorisme.
PERUMUSAN MASALAH
Adapun perumusan masalah dalam makalah ini adalah terorisme
merupakan tindak pidana dan bagaimana eksistensi terorisme dalam hukum yang
berlaku di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
Terorisme
sebagai tindak pidana
Mengenai
pengertian, terorisme adalah penggunaan
kekerasan untuk menimbulkan ketakutan dalam usaha mencapai suatu tujuan
terutama tujuan politik (menurut kamus besar bahasa
Indonesia). Sedangkan Menurut peraturan pemerintah penganti undang undang no.1
tahun 2002, terorisme adalah Setiap orang/kelompok yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan suasana teror atau
rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat
massal, dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda
orang lain, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek
vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas
internasional. Kejahatan terorisme merupakan extra ordinary crimes
dan tidak mengenal batas wilayah.
Modus Operasi
Serangan terorisme yang luar biasa atau
spektakuler, memiliki maksud yaitu mereka menginginkan tujuan akhir yang secara
kumulatif berdampak besar dan akibat aksi terorisme ini memeaksa pemerintah
untukmenyerah sekaligus mengikuti tuntutan mereka. Dengan aksi
kekerasan, teroris berusaha memberikan tekanan kepada rakyat , untuk menyetujui
pergerakan ini dan mengembangkan beberapa faktor yang relevan untuk menunjang
kesuksesan mereka.
Berikut beberapa target untuk menciptakan efek yang
dikehendaki:
1. menanamkan
pengaruh yang kuat kepada pemerintah dan masyarakat tentang alasan mereka dan
meyakinkan kepada masyarakat atas keinginan dan kemampuan untuk mencapai tujuan
melalui pergeraan ini.
- membuat masyarat mendukung alasan dan usaha mereka
- membuat pemerintahan tidak efektif dan menggantikannya dengan kekuasaan mereka
- menekan pemerintah untuk menggelar pasukan khusus.
Taktik
taktik tradisional dapat berupa :
- serangan bom
- pembakaran
- pembunuhan
- serangan bersenjata
- penyanderaan dan negosiasi
- penculikan
- sabotase
- ancaman
- pembajakan
taktik megaterorisme:
a.
pembunuhan masal
b.
terorisme nuklir
- senjata kimia dan biologi
- narco terorisme
Eksistensi terorisme dalam hukum
yang berlaku di Indonesia
Menyadari hal ini dan lebih didasarkan pada peraturan yang
ada saat ini yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) belum mengatur
secara khusus serta tidak cukup memadai untuk memberantas Tindak Pidana
Terorisme, Pemerintah Indonesia merasa perlu untuk membentuk Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, yaitu dengan menyusun Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) nomor 1 tahun 2002, yang pada
tanggal 4 April 2003 disahkan menjadi Undang-Undang dengan nomor 15 tahun 2003
tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Keberadaan Undang-Undang
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme di samping KUHP dan Undang-Undang Nomor 8
tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), merupakan Hukum Pidana Khusus.
Hal ini memang dimungkinkan, mengingat bahwa ketentuan Hukum Pidana yang
bersifat khusus, dapat tercipta karena:
- Adanya proses kriminalisasi atas suatu perbuatan tertentu di dalam masyarakat. Karena pengaruh perkembangan zaman, terjadi perubahan pandangan dalam masyarakat. Sesuatu yang mulanya dianggap bukan sebagai Tindak Pidana, karena perubahan pandangan dan norma di masyarakat, menjadi termasuk Tindak Pidana dan diatur dalam suatu perundang-undangan Hukum Pidana.
- Undang-Undang yang ada dianggap tidak memadai lagi terhadap perubahan norma dan perkembangan teknologi dalam suatu masyarakat, sedangkan untuk perubahan undang-undang yang telah ada dianggap memakan banyak waktu.
- Suatu keadaan yang mendesak sehingga dianggap perlu diciptakan suatu peraturan khusus untuk segera menanganinya.
- Adanya suatu perbuatan yang khusus dimana apabila dipergunakan proses yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada akan mengalami kesulitan dalam pembuktian.
Sebagai
Undang-Undang khusus, berarti Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 mengatur secara
materiil dan formil sekaligus, sehingga terdapat pengecualian dari asas yang
secara umum diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)/Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) [[(lex specialis derogat lex
generalis)]]. Keberlakuan lex specialis derogat lex generalis, harus memenuhi
kriteria:
- Bahwa pengecualian terhadap Undang-Undang yang bersifat umum, dilakukan oleh peraturan yang setingkat dengan dirinya, yaitu Undang-Undang.
- Bahwa pengecualian termaksud dinyatakan dalam Undang-Undang khusus tersebut, sehingga pengecualiannya hanya berlaku sebatas pengecualian yang dinyatakan dan bagian yang tidak dikecualikan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan pelaksanaan Undang-Undang khusus tersebut.
Sedangkan
kriminalisasi Tindak Pidana Terorisme sebagai bagian dari perkembangan hukum
pidana dapat dilakukan melalui banyak cara, seperti:
- Melalui sistem evolusi berupa amandemen terhadap pasal-pasal KUHP.
- Melalui sistem global melalui pengaturan yang lengkap di luar KUHP termasuk kekhususan hukum acaranya.
- Sistem kompromi dalam bentuk memasukkan bab baru dalam KUHP tentang kejahatan terorisme.
Akan
tetapi tidak berarti bahwa dengan adanya hal yang khusus dalam kejahatan
terhadap keamanan negara berarti penegak hukum mempunyai wewenang yang lebih
atau tanpa batas semata-mata untuk memudahkan pembuktian bahwa seseorang telah
melakukan suatu kejahatan terhadap keamanan negara, akan tetapi penyimpangan
tersebut adalah sehubungan dengan kepentingan yang lebih besar lagi yaitu
keamanan negara yang harus dilindungi. Demikian pula susunan bab-bab yang ada
dalam peraturan khusus tersebut harus merupakan suatu tatanan yang utuh. Selain
ketentuan tersebut, pasal 103 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
menyebutkan bahwa semua aturan termasuk asas yang terdapat dalam buku I Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku pula bagi peraturan pidana di luar
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) selama peraturan di luar Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tersebut tidak mengatur lain.
UU Pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme (UU No.15 Tahun 2003)
Terdiri dari 4 bagian :
1. yuridiksi
berlakunya
2. perbuatan
yang dikualifikasikan sebagai tindak pidana terorisme
3. proses
beracara atau hukum formalnya
4.
kompensasi, restitusi dan rehabilitasi.
Ad.1. yuridiksi berlakunya
Adalah berlaku pada setiap orang yang melakukan atau
bermaksud melakukan Tindak Pidana Terorisme di wilayah negara RI. Prinsip
ini adalah asas Teritorial yang terdapat dalam KUHP. Hukum yang digunakan
adalah hukum tempat kejadian terjadinya perbuatan pidana (locus delicti).
Selain itu, UU Tindak Pidana Terorisme berlaku terhadap Tindak Pidana Terorisme
yang dilakukan :
- terhadap WNI diluar wilayah negara RI
- terhadap fasilitas negara RI termasuk tempat kediaman pejabat diplomatik dan konsuler negara RI
- dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memaksa Pemerintah RI melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
- Untuk memaksa organisasi internasional di Indoensia untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu
- Diatas kapal yang berbedera RI atau pesawat udara yang terdaftar berdasarkan UU negara RI pada saat kejahatan dilakukan.
- Oleh setiap orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan bertempat tinggal diwilayah negara RI.
Ad.2. perbuatan yang dikualifikasikan sebagai
Tindak Pidana Terorisme dan tindak pidana lainnya yang
berkaitan dengan terorisme tersebar dalam 19 pasal, dimulai dari Pasal 6 sampai
dengan Pasal 24. perbuatan-perbuatan tersebut dapat dibagi sebagai
berikut :
1. perbuatan yang dengan sengaja
menggunakan kekerasan atau ancaman ekerasan bermaksud untuk menimbulkan atau
menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau
menimbulkan korban yang bersifat masal dengan cara merampas kemerdekaan atau
hilangnya nyawa dan harta benda orang lain atau mengakibatkan kerusakan atau
kehancuran terhadap objek-objek vitas yang strategis atau lingkungan hidup atau
fasilitas publik atau fasilitas internasional.
2. perbuatan yang berkaitan dengan
keamanan pesawat termasuk keselamatan lalu lintas udara dan penerbangan serta
pembajakan terhadap pesawat udara, baik yang dilakukan dengan sengaja, secara
melawan hukum maupun karena kealpaan.
3. perbuatan yang berkaitan dengan
memasukkan ke Indonesia , membuat, menerima , mencoba memperoleh, menyerahkan
atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau
mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan
atau mengeluarkan ke dan atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau
sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud
melakukan tindak pidana terorisme.
4. perbuatan yang berkaitan dengan senjata
kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya
sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara
meluas, menimbulkan korban yang bersifat masal, membahayakan terhadap
kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan, keamanan dan hak-hak orang
atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap objek-objek vital strategis,
lingkungan hidup, fasilitas publik atau fasilitas internasional.
5. perbuatan yang berkaitan dengan
penyediaan dan pengumpulan dana, penyediaan dan pengumpulan harta
kekayaan dengan tujuan akan dipergunakan atau patut diketahuinya akan
digunakan sebagian atau seluruhnya untuk tindak pidana terorisme atau untuk
melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bahan nuklir, senjata kimia, biologis,
radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya.
6. perbuatan yang berkaitan dengan
pemberian bantuan atau kemudahan, sarana atau keterangan, merencanakan dan atau
menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme, melakukan permufakatan
jahat, percobaan dan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.
7. perbuatan yang berkaitan dengan
proses peradilan terhadap tindak pidana terorisme seperti menggunakan kekerasan
atau ancaman kekerasan atau mengintimidasi, mencegah, merintangi atau
menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan atau
pemeriksaan pengadilan, termasuk memberikan kesaksian palsu, menyampaikan
alat-alat bukti atau barang bukti palsu serta menyebutkan identitas
pelapor.
Ad.3. pada dasarnya penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme berdasarkan
hukum acara yang berlaku sekarang, sepanjang tidak ditentukan lain oleh UU
tersebut.Beberapa hal yang menyimpang atau tidak diatur dalam KUHAP berkaitan
dengan proses beracara terhadap tindak pidana terorisme :
1. jangka waktu penahanan
penangkapan dapat dilakukan oleh penyidik terhadap orang
yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan
yang cukup paling lama 7x24jam. Hal ini berbeda dengan KUHAP yang
menyatakan bahwa lamanya penangkapan adalah satu hari.
Demikian pula untuk kepentingan penyidikan dan
penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadp
tersangka paling lama 6 bulan dengan rincian 4 bulan untuk kepentingan
penyidikan dan 2 bulan untuk kepentingan penuntutan.
2. bukti permulaan yang cukup
dalam UU N0.15 tahun 2003 merupakan suatu hal yang baru
adalah bukti permulaan yang cukup dapat diperoleh dari setiaplaporan
intelijen. Laporan – laporan intelijen disini adala laporan yang
berkaitan dengan masalah-masalah keamanan nasional.
3. alat bukti pemeriksaan tindak pidana
terorisme.
Alat bukti yang dipergunakan disini tidak sebatas
alat bukti yang ada dalam KUHAP semata, namun alat bukti lain berupa
informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik
dengan alat optik atay yang serupa dengan itu. Demikian pula alat bukti
lain berupa data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca dan atau
didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan sesuatu sarana, baik
yang tertuang diatas kertas, benda fisik apapun selin kerta atau yang terekam
secara elektronik termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara atau
gambar, peta, rancangan, foro atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, simbol atau
perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang mampu membaca tau
memahaminya.
4. pemblokiran
terhadap harta kekayaan
penyidik, penuntut umum atau hakim dapat memerintahkan
bank atau lembaga jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran tersebut, termasuk
meminta keterangan dari bank dan lembaga jasa keuangan mengenai harta kekayaan
setiap orang yang diketahui atau patut diduga melakukan tindak pidana yang
berhubungan dengan terorisme.
5. penyidik diberi
hak untuk menyadap pembicaraan lewat telepon atau alat komunikasi lain yang
diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan dan melakukan tindak pidana
terorisme.
Tindakan penyadapan hanya dapat dilakukan atas perintah
Ketua PN untuk jangka waktu 1 tahun. Tindakan penyadapan tersebut harus
dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik.
6. perlindungan
terhadap saksi, penyidik, penuntut umum dan hakim serta keluarganya yang
berkaitan dengan pemeriksaan tindak pidana terorisme.
Perlindungan diberikan oleh negara dari kemungkinan
ancaman yang membahayakan diri, jiwa aatau hartanya, selama maupun sesudah
proses pemeriksaan.
Perlindungan yang diberikan berupa keamanan pribadi dari
ancaman fisik dan menta, kerahasiaan identitas saksi dan pemberian keterangan
pada saat pemeriksaan disidang pengadilan tanpa bertatapan muka dengan
tersangka.
7. ketidakhadiran
terdakwa
dalam hal terdakwa tidak hadir meskipun telah dipanggil
secara sah dan patut tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan
diputus tanpa hadirnya terdakwa. Putusan yang dijatuhkan tanpa hadirnya
terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor
pemerintah daerah atau diberitahukan kepada kuasanya.
Jika terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan
dan terdapat ukti yang kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan
tindak pidana terorisme maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan
perampasan harta kekayaan yang telah disita. Perampasan terhadap harta
kekayaan tersebut tidak dapat dimohonkan upaya hukum.
Ad.4. setiap korban atau ahli warisnya akibat
tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi.
Kompensasi dibebankan kepada negara yang diajukan kepada Menteri Keuangan.
Sementara restitusi berupa ganti rugi diberikan oleh pelaku kepada korban atau
ahli warisnya.
Rehabilitasi diberikan apabila seorang oleh pengadilan
diputus bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah
mempunyai kekuatan hukum tetap, yang diajukan kepada Menteri Kehakiman dan
HAM. Pelaksanaan kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri
Keuangan atau pelaku atau pihak ketiga kepada Ketua PN yang memutus perkara
Langganan:
Postingan (Atom)